Yang disebut Agama adalah ibarat kumpulan Empat Perkara sbb : Iman-Tauhid- Ma’rifat- Islam.
Iman ialah percaya dan membenarkan (sesuatu) yang didatangkan oleh Rasulullah SAW yaitu tiap-tiap perkara yang disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, itu sebenarnya datang dari Allah. Bukan buatan atau rekayasa daripada Nabi seperti firman Allah :
“Tiada ia (Nabi) bertutur atas kemauannya sendiri melainkan ia (Nabi)
bertutur itu dari wahyu yang diwahyukan kepadanya”.
Juga tersebut dalam sebuah hadist Qudsi yang menunjukkan akan kebenaran Rasulullah SAW dengan firman Allah sbb :
Telah benarlah hambaku (Muhammad SAW) pada tiap-tiap sesuatu yang
menyampai ia daripadaKu (Allah)
Kesimpulan Iman itu dinamakan Rukun Iman mencakup 6 perkara :
1. Percaya kepada Allah
2. Percaya kepada Malaikat
3. Percaya kepada Rasul
4. Percaya kepada Kitab
5. Percaya kepada Hari Kiamat
6. Percaya kepada Qada dan Qadar
Makna percaya kepada Allah itu ialah ‘itiqad dengan jazam (tetap dan teguh) bahwasanya Allah Ta’ala itu adalah Tuhan Yang Esa (Tunggal) yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan yang menjadi sekalian mahluk dan mentadbirkannya dengan bijaksana dan wajib dikenal akan Allah dengan sebenar-benarnya pengenalan dan patut disembahNya.
Percaya kepada Malaikat itu ialah percaya bahwa Malaikat itu hamba Allah Ta’ala yang bukan laki-laki atau perempuan dan tidak beribu tidak berbapak, tidak makan dan minum dan tidak mereka itu tidur. Adalah pekerjaan mereka itu mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan jumlah mereka itu terlalu banyak tiada bisa mengetahuinya selain
Allah SWT jua. Semuanya terpelihara dari mengerjakan maksiat, suci dari segala sifat manusia, Bahwasanya penghulu mereka itu ada empat yaitu :
Jibrail menyampaikan Wahyu
Mikail menurunkan hujan dan menjaga rezeki
Isrofil meniup Sangkakala
Izrail mencabut nyawa
Dan wajib diketahui akan mereka atas jalan Tafsil sepuluh malaikat, tugasnya yaitu :
Munkar dan Nakir menanya setiap orang yang telah mati
Malik Ridwan menjaga Syurga
Malik Zabaniah menjaga Neraka
Rakieb dan Atied satu di kanan dan satu di kiri, menuliskan kebajikan dan kejahatan yang dikerjakan manusia.
Wajib pula mengetahui beberapa malaikat yang menanggung Arash dan mereka itu sekarang ini empat malaikat dan ditambah akan mereka itu empat malaikat lagi pada hari Qiyamat yang mana jumlah semuanya adalah 8 (delapan) malaikat sebagaimana firman Allah :
‘Menanggung ia (malaikat) akan ‘Arasy Tuhan engkau atas mereka itu
pada hari Qiyamat delapan malaikat’
Makna percaya kepada Kitab Allah itu yaitu beramal dengan sagala suruhannya dan menjauhi segala larangannya serta yakin dan percaya dengan sebenar-benarnya kepercayaan bahwasannya benar daripada Allah bahwasannya kitab yang diturunkan dari langit itu sebanyak 104 suhuf.
50 suhuf diturunkan kepada Nabi Sys
30 suhuf diturunkan kepada Nabi Idris
10 suhuf diturunkan kepada Nabi Ibrahim
10 suhuf diturunkan kepada Nabi Musa dahulu sebelum kitab Taurat
Kitab Taurat kepada Nabi Musa
Kitab Injil kepada Nabi Isa
Kitab Zabur kepada Nabi Daud
Kitab Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW
Maka semua yang tersebut itu wajib kita percayai dan membenarkannya akan tetapi bila dibangkitkan Nabi Muhammad SAW dan diturunkan kepadanya Al Qu’ran maka tiada harus mengikuti yang lain daripada Al Qu’ran karena Al Qu’ran menghimpun dan mensahkan segala hukum yang turun kepada rasul-rasul yang lebih dulu daripada Nabi Muhammad SAW.
Makna percaya kepada seluruh anbiya itu ada 124.000 orang atas Qaul yang masyhur dan yang jadi Rasul daripada mereka ada 313 orang dan yang kita kenali ada 25 orang. Wajib dipercayai apa-apa yang dikabarkan oleh mereka itu adalah benar perintah Allah SWT seperti segala suruhan dan larangannya bukan dari hawa nafsu mereka tetapi datang dari Wahyu Allah. Makna percaya kepada hari Qiyamat ialah percaya akan kedatangan hari penentuan yang akan berlaku dengan tidak diduga. Termasuk juga percaya akan alam kubur hari berbangkit, hari pengumpulan (masyhar), hitungan amalan, pembagian surat amalan, titian shirath, syafaat Kubra Nabi Kita Muhammad SAW, syurga dan neraka dan lain-lain yang berkenaan dengan hari Qiyamat.
Percaya kepada Qada dan Qadar, untung baik dan untung buruk adalah dengan kuasa dan kehendak Allah yang telah ditentukan dan dikadarkan dari azali.
Berawal iman ada kalanya bertambah karena bertambah taat manusia dengan mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhkan segala laranganNya dan adakalanya kurang dengan sebab kurang taatnya karena mengerjakan maksiat seperti firman Allah dalam Surat Al Anfaal : 3 yang artinya :
“Dan apabila dibacakan kepada mereka akan ayat-ayat Allah Ta’ala
niscaya bertambahlah mereka itu imannya”
dan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :
“Berawal dari Iman itu lebih daripada tujuh puluh cabang” (HR Bukhori)
Tiga Martabat Orang Mukmin
1. Dzholim Linafsih yaitu zalim terhadap dirinya sendiri yaitu mereka senantiasa mengerjakan maksiat atau mereka yang mencampur baurkan amal-amal yang sholeh dengan kejahatan.
2. Muktasid yaitu mereka yang beramal atas perkara-perkara yang wajib dan menjauhkan perkara yang haram dengan tidak menambahkan amalan-amalan yang sunat dan tiada kurang karenanya.
3. Saabiqul Bilkhoiraat yaitu mereka yang berlomba kepada kebajikan yaitu mereka yang senantiasa Taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT dengan mengerjakan segala yang wajib dan segala yang sunat serta meninggalkan perkara yang haram dan yang makruh seperti firman Allah dalam Surat Al Fatiir 32 yang artinya :
“Kemudian kami pusakakan Kitab itu untuk orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami. Diantara mereka yang aniaya kepada dirinya (tidak menuruti isi kitab/Dzholim Linafsih) dan diantaranya ada yang sederhana (menurut kadar kemampuannya/Muktasid) dan diantaranya ada yang maju (Saabiqul bilkhoiraat) berbuat
kebajikan dengan izin Allah. Itulah kurnia yang besar”
Adapun keadaan Iman itu sebagian ulama membaginya menjadi
1. Iman Taklid yaitu iman yang mengambil perkataan orang dengan tidak bisa mengeluarkan dalil. Iman ini ada pada kebanyakan orang awam.
2. Iman Ilmul Yaqin yaitu iman yang jadi dari ma’rifat pada segala ‘Aqaid dengan segala dalil. Iman ini adalah bagi orang-orang yang mempunyai dalil dan burhan.
3. Iman ‘Ainul Yaqin yaitu iman yang jadi daripada ma’rifat Qolbu bagi Allah Ta’ala dengan sekira-kira tiada ghaib daripada hatinya sekejap mata pun. Iman ini bagi ahli Muraqabah dan dinamakan Maqom Muraqabah.
4. Iman Haqqul Yaqin yaitu Iman yang jadi daripada memusyahadahkan Allah Ta’ala dengan Ainul Basyirah (mata hati). Iman ini bagi orang Arif yang dinamakan Maqom Musyahadah.
5. Iman Kamalul Yaqin atau iman daripada hakikat yaitu iman yang jadi daripada keadaan tiada memandang ia melainkan Allah SWT, Iman ini bagi orang yang Tahqiq yang dinamakan Maqom Fana.
Tauhid adalah mengesakan Dzat, Sifat, Asma dan Af’al Allah SWT.
Ma’rifat adalah mengenal yakni mengenal akan DzatNya yang Wajibul Wujud dan mengenal akan sebagian daripada sifat Kamalat Tuhan yang tiada terhingga banyaknya dan mengenal akan sebagian daripada Af’alNya yang mengadakan Mumkin daripada tiada kepada ada dan daripada
Maka mengenal ini di fardhukan bagi setiap orang mukalaf yang ‘Akil Baligh, lelaki atau perempuan karena sebagian daripada permulaan yang wajib atas tiap-tiap mukalaf mengetahui dan belajar dan mengajar akan dia sebagaimana sabda Rasululah SAW “
“Awwaludini ma’rifatulahi ta’ala”
Awal-awalnya agama adalah mengenal Allah.
Yakni mengenal sebagian daripada SifatNya yang Wajib lagi tsabit bagi Dzat Tuhan dan yang Mustahil dan yang Wenang padaNya.
Dan wajib bagi setiap mukalaf mengetahui barang yang wajib dan barang yang mustahil dan barang yang Harus padaNya dan demikian juga pada haq segala Rasulullah Salalahu Alaihi Wassalam, maka dengan mengenal yang demikian itu barulah sah ibadatnya. Paham ini diambil dari sabda Rasulullah yang artinya :
“Tidak sah ibadatnya melainkan kenal tuhan yang diibadahinya”
Tetapi bukanlah disuruh kenal itu Kun Hi (Ain) Dzat Allah Ta’ala karena Kun Hi Dzat Allah Ta’ala tidak dapat diperoleh dari cerita seluruh mahluk selain Nabi kita Muhammad SAW ketika di mi’raj kan seperti Firman Allah :
“Tiada mendapat akan Dia (Allah) oleh segala penglihatan dan
Ia juga yang mendapat penglihatan”
dan lagi sabda Rasulullah SAW yang artinya :
“Bahwasanya Allah SWT terdinding daripada penglihatan dan bahwasanya seluruh malaikat yang diatas menuntut akan Dia sebagaimana kamu tuntut akan dia itu”
Makna terdinding Allah Ta’ala daripada penglihatan semata, penglihatan yang dzohir yaitu tidak dapat dipandang atau dilihat Kun Hi Dzat Allah Ta’ala di dalam dunia ini, maka tiap-tiap perkara yang bisa didapat dengan panca indera di dalam dunia ini semuanya adalah mahluk, bukan Allah ! atau dengan fikiran yaitu tiada dapat memikir akan hakikat Kun Hi Dzat dan karena Allah itu :
“Tiada umpama Allah Ta’ala itu dan Ia jua Tuhan
yang amat mendengar lagi amat melihat”
Dan sabda Rasulullah SAW yang artinya :
“Maha Suci engkau (hai Tuhanku) tiada aku kenal akan Engkau
sebenar-benar pengenalan”
Dan kata sayidina Abu Bakar Al Sidiq RA :
“Lemah daripada pendapat itulah pendapat”
dan kata Sayidina Ali RA :
“Tiap-tiap barang yang terlintas pada cita-citamu dan yang berupa pada hatimu maka Allah Ta’ala menyalahkan pada yang demikian itu”
dan kata Syeikh Jafar As Shodiq r.a.
“Barang (Sesuatu) yang terlintas di hatimu maka yaitu binasa
Bermula Allah Ta’ala menyalahi yang demikian”
Dan kata-kata seluruh Arifin Billah
“Demikianlah Ijma (pendapat) Ahli Sunah Wal Jamaah, tiap-tiap barang yang tersangka dengan segala sangkaan kamu dan didapat dengan akal kamu, maka adalah ia baru sangkaan kamu”
Karena yang demikian itulah Rasulullah bersabda :
“Fikir oleh kamu pada segala kejadian dan jangan kamu fikir pada yang menjadikan karena bahwasanya tidak dapat meliputi fikiran kamu”
yaitu hendaklah fikir kepada segala kejadian Allah seperti langit dan bumi dan barang diantara keduanya yang menunjukkan akan keesaan dan kekuasaan Allah.
Bahwasanya Allah Ta’ala bersifat dengan segala Sifat Kamalat yang tiada terhingga baiknya melainkan Ia juga Yang Tahu. Tiada wajib bagi setiap mukalaf mengetahui akan Dia dengan jalan tafsil (rincian) melainkan Dua Puluh Sifat jua.
Sebagian daripada barang yang wajib diketahui oleh tiap-tiap mukhalaf bagi Tuhan ada 20 sifat. Karena itu tiap-tiap seseorang dari kita WAJIB mempelajari Ilmu Sifat 20 ini yang juga disebut seperti kenyataan di atas tanpa mengira siapa kita.
Hakikat MA’RIFAT
· Pegangan yang kukuh (tetap dan teguh)
· Mufakat bagi yang sebenarnya (benar menurut hukum syara)
· Dari dalil Akli dan dalil Naqli daripada Qur’an dan Hadist
Maka batal ma’rifat itu pada 3 perkara pula yaitu :
Syak itu sama dengan berat antara
Dzan itu dua berat kepada
Waham itu dua dibagi ringan kepada tiada dan satu bagi ringan kepada ada.
Jika ada satu diantara tiga hal itu di dalam hati seseorang maka tidaklah memadai ma’rifatnya.
Jika ia yakin dan kukuh pada pegangannya dan mufakat bagi yang benar tetapi tidak dengan dalil dinamakan Taklid, bukan ma’rifat maka yang demikian adalah Qaul (pendapat) yang muktamad, mereka ini adalah mukmin yang ‘Ashi (mukmin yang durhaka) jika ia mempunyai Akal. Durhakanya karena tidak mau belajar padahal ia sehat akal fikirannya.
Pegangan yang kukuh tidak dengan mufakat yang benar dan tidak berdasarkan dalil, maka dinamakan orang itu Jahil Murakkab (jahil yang tersusun) seperti kata orang Yahudi bahwa Nabi Isa anak Allah atau seperti itikad orang Majusi dengan dua tuhan, satu dilangit dan satu dibumi. Maka orang itu khilaf (salah) bahwasanya ia kafir, menganggap Allah itu diperanakan dan beranak seperti firmanNya dalam QS : Al Ikhlas ayat 3 – 4 yang artinya :
“Tidak beranak dan diperanakan dan tidak ada yang menyerupai baginya”
Jika ada di dalam tujuh lapis langit dan bumi ketuhanan yang lain daripada
Allah Ta’ala, niscaya binasa keduanya (
dan lagi firmanNya :
“Jangan kamu ambil akan dua tuhan. Sesungguhnya tuhan itu Tuhan Yang Esa” (
Berawal mengetahui Duapuluh Sifat itu sebagian daripada jalan mengenal Allah dengan Ilmu (Ilmul Yaqin) karena mengenal Allah dengan berdalil kepada sekalian alam dan memikirkan akan segala kejadian seperti firman Allah dalam QS : Al Imran 190 – 191 yang artinya :
“Bahwasanya kejadian langit dan bumi dan pergantian malam kepada siang sebagai tanda bagi orang yang mempunyai fikiran, mereka yang senantiasa menyebut Allah Ta’ala pada waktu berdiri dan pada waktu duduk dan pada waktu berbaring pada lambung dan senantiasa berfikir,
Pengetahuan mengenai sifat-sifat yang Wajib bagi Allah dan Rasul, sifat-sifat yang Mustahil dan Tidak Mustahil bagi Allah dan Rasul ini dikenali juga dengan ilmu-ilmu :
Ilmu Tauhid
Ilmu Usuluddin
Ilmu Kalam
Ilmu ‘Aqaid
Ilmu Sifat 20
Ilmu Akal
Pembicaraan mencakup pembahasan tentang makna dan maksud yang tersirat dibalik pengucapan Kalimah Syahadat meliputi perkara-perkara seperti : Makna Ketuhanan - Hakikat Ketuhanan - Sifat-sifat Ketuhanan
Yang wajib dipelajari setiap muslim untuk tujuan mentahkikkan pegangan seseorang agar dapat mengenal dan membedakan Ketuhanan Allah yang Uluhiyah dan Rububiyah.
Ilmu Tauhid inilah yang menjadi dasar dan langkah untuk menggali ilmu-ilmu yang seterusnya seperti Ilmu Tasawuf dan Ilmu Tahqiq (Martabat Tujuh) yang akan membebaskan seseorang daripada syirik Jali (besar) dan syirik Khofi (halus).
Adapun memikirkan segala kejadian itu bukanlah semata-mata pada langit dan bumi saja bahkan semua kejadian adalah dijadikan untuk mengambil dalil yang menunjukkan akan Ketunggalan Allah Ta’ala dan Kekuasaannya.
Demikian juga sama dengan memandang dan memikirkan pada kejadiaan diri kita juga dari yang pelik dan yang ganjil, yang lemah oleh pancaindera pemikiran, yang sama dengan pandangan pada kejadian langit dan bumi ialah tanda bagi yang berakal, mengenal dan mengingat akan tujuan yang bijak seperti firmanNya dalam, QS : Al Zaariyat
“Dan dalam diri kamu apakah tiada kamu melihat”
(yakni bagai melihat yang menjadi pengajaran), maka dari sinilah sebagian dari Ilmu Tasawuf mengajarkan “Mengenal diri dan jika kenal diri barulah kenal Allah”.
SHIRATH AL MUSTAQIEM
Shirath Al Mustaqiem adalah jalan bagi orang-orang yang diberi nikmat (Al Fatihah : 7) yaitu jalan kehidupan yang hanya dapat dilihat dan dirasakan bentangannya. Shirath Al Mustaqim itu esensi sholat itu sendiri adalah menuju shirath al mustaqiem.
· Dirikan sholat untuk Dzikrullah (QS Thaha 20 : 14)
· Shirath al Mustaqiem = Dzikrullah
· Shirath al Mustaqiem = Beragama = Diinul Islam
Semakin jelas bahwa kita hidup ini untuk dzikrulah dan ber-diinul Islam agar selalu berada di track shirath al mustaqim. Dalam sholat
Sebagai illustrasi dimisalkan suatu
Sholat adalah transformasi diri. Hanya sayang hal ini jarang sekali terjadi sehingga spiritual shalat tidak berkembang, sementara nalar berkembang dengan pesatnya. Semua ini dikarenakan tidak memaknai dan memahami shalat. Shalat juga merupakan rangkaian do’a dari awal sampai akhir sholat ditambah wirid, dzikir, do’a setelah sholat
Ambil satu contoh wirid setelah sholat (dzikir lisani) yaitu Subhanallah, selama ini pemahaman tentangNya adalah Maha Suci Allah, yaitu pengqudusan kepada Allah, padahal disitu tidak menyinggung ‘qudus’. Menurut penelusuruan lebih jauh bahwa kata Subha itu berasal dari sabaha yang artinya hanyut atau berserah diri.
Subhanallah menerangkan berserah diri kepada Allah dengan memahami makna subhanallah, maka akan ada keselarasan antara lisan tindakan anggota badan dan qolbu.
Tahapan menuju SHIRATH AL MUSTAQIM
Struktur Insan
Kembali kepada uraian terdahulu tentang struktur insan yaitu jasad, nafs, ruh dan qalbu, Ruh menghembuskan nafakh ruh untuk menghidupkan jasad, nafs yang ditanam ke jasad akan selalu tertarik oleh dunia. Ruh bersemayam pada Nafs tersembunyi (sirr) dalam Qalbu, lalu dari sini ruh memancarkan energi yang dibutuhkan Nafs. Peranan Qalbu sangat penting dalam menguatkan Nafs agar tidak mudah lumpuh.
Tingkatan Nafs
Nafs dipengaruhi 3 (tiga) vektor. Dua bektor menarik kebawah (yang menarik ke bumi yaitu syahwat dan hawa nafs (anfus) serta satu vektor menarik ke atas. Dengan melepaskan atau memutuskan tarikan kedua vektor yang mengarah ke bawah maka nafs akan melambung. Berdasarkan tarik menarik ini maka hawa nafs (anfus/nafsu) harus dikendalikan dari kecenderungan negatifnya.
Proses Pencapaian Shirath Al Mustaqiem
Proses yang harus dilewati untuk mencapai shirath al mustaqiem maka kita harus dapat mengambil pengertian dari surat-surat yang terdapat dalam Al Qur’an antara lain :
· Matikan Nafsu (QS : An Nisa 4 : 66)
· Keluar dari kampung halaman (QS : An Nisa 4 : 6)
· Tapi pada kenyataannya hanya sedikit yang melaksanakan proses tersebut hal ini senada dengan ayat Al Qur’an yang menyatakan bahwa hanya sedikit yang beryukur.
Dapat disimpulkan bahwa yang melaksanakan proses 1 dan 2 diatas, hanyalah orang yang bersyukur, kalaulah mereka melakukan proses 1 dan 2 maka akan mendapat tanda-tanda penguatan (Asyhada ) iman (QS : An Nisa 4 : 66).
Kata sederajat dengan asyhada adalah Khoriun Hassanah, langkah selanjutnya mendapat ‘ajran azhima’ (An Nisa 4 : 67).
Proses 3 dan 4 terkait dengan Ilmu Nur (Ilmu Laduni). Dalam proses ini setiap insan tidak akan sama sesuai dengan misi hidupnya masing-masing, lalu dipandu ke shirath al mustaqiem (QS : An Nisa 4 : 68)
Proses 1 dan 2 ditempuh dalam jalan suluk tariqat, sedangkan proses 3 dan 4 dipantau dan dijelaskan oleh Guru Tuduh.
Dalam bersuluk sering dijumpai arus putar (looping). Kelihatannya berhasil padahal hanya berputar disitu saja tidak naik, kesalahan utama
dikarenakan tidak tahu posisi dirinya dalam peta perjalanan di alam dunia. Untuk menjaga hal itu tidak terjadi, maka harus memahami Al Qur’an dengan baik karena Al Qur’an akan memetakan perjalanan kita.
Al Qur’an akan memandu setiap langkah dan gerak kita sehingga dapat memahami dan memonitor langkah-langkah yang telah, sedang dan akan dijalani, juga Al Qur’an dapat menceritakan maqom dan ahwal seseorang.
Mengenai maqom ini memiliki keunikan yaitu maqom bisa sama tapi ahwal tidak selalu sama. Juga ahwal bisa sama tapi beda urusan yang harus ditanganinya.
Penataan ragawi serupa dengan menata kuda tunggangan. Jasad atau raga sebagai tunggangan dan Nafs atu Jiwa sebagai penunggang.
Dalam Al Qur’an terdapat nama
Dalam tasawuf tidak boleh mencintai dunia tapi boleh memiliki dunia. Disamping itu tidak boleh berbangga diri (ujub) atau takjub Diri.
TAHAPAN MENUJU ALLAH
Secara garis besar dalam bersuluk (berjalan menuju Allah Ta’ala) ada dalam 3 (tiga) tahapan awal yaitu :
· Mendapatkan rahmat Allah Ta’ala yang awal, menjadi hamba yang disucikan (Al Muthaharuun)
· Mendapat rahmat Allah Ta’ala yang kedua, yaitu bertemu diri (kenal diri)
· Hamba yang didekatkan (Muqarrabiin)
1. Tahapan Perjalanan Menuju Allah Ta’ala
2.UJIAN/COBAAN-------------
3.LULUS------------ (TAQWA) ATAU (KEMBALI KE POINT 1)
4.ANUGRAH ALLAH------ (NUR IMAN, RAHMAT PERTAMA, NUR ILMU, RAHMAT KEDUA)
5.BERSERAH DIRI------------AMAL SHOLEH
2. Jenjang berserah diri
1. BERSERAH DIRI (KONSEP & AMALIAYAH)
2. ANUGRAH NUR IMAN (RAHMAT PERTAMA ALMUTHAHARUN)
3. BERSERAH DIRI LANJUTAN (PENGHAYATAN DAN AMALIYAH)
4. ANUGRAH (RUHUL QUDUS) RAHMAT KEDUA BERTEMU DIRI
Sebagian orang mengatakan bahwa mengenal Allah Ta’ala (ma’rifatullah) adalah gerbang akhir dari perjalanan menuju Allah. Hal ini sangat keliru !. Ma’rifatullah itu terjadi ketika seseorang mengenal diri (bertemu diri). Ali Karamallahuwajhulah mengatakan ‘Awalludini ma’rifatulahi ta’ala’. Bahwa ma’rifatullah baru merupakan awalnya ber Agama. Tujuan akhir dalam bersuluk adalah menjadi hamba yang didekatkan kepadaNya (muqarrabin). Hal ini dilakukan untuk mengaktualisasikan ma’rifatullah dalam amal sholeh.
Agama (Ad Diin) itu sesungguhnya adalah terdiri dari tiga komponen IMAN -ISLAM - IHSAN.
Implementasi Iman, Islam, Ihsan dalam Al Qur’an dibahasakan dengan beriman dan beramal sholeh.
Komponen Ad Diin (Agama)
KONSEP | IMPLEMENTASI | ILMU |
Iman | Iman | Tauhid |
Islam | Amal | Syariat Lahir |
Ihsan | Shalih | Syariat Bathin |
Ketiga komponen tersebut adalah suatu hal yang terintegrasi. Tidak dapat dipisah-pisahkan. Untuk mengimplementasikan secara benar komponen-komponen tersebut perlu didasari Ilmu Haq.