Jumat, 19 Desember 2008

AGAMA

Yang disebut Agama adalah ibarat kumpulan Empat Perkara sbb : Iman-Tauhid- Ma’rifat- Islam.

Iman ialah percaya dan membenarkan (sesuatu) yang didatangkan oleh Rasulullah SAW yaitu tiap-tiap perkara yang disampaikan dan diajarkan oleh Nabi, itu sebenarnya datang dari Allah. Bukan buatan atau rekayasa daripada Nabi seperti firman Allah :

“Tiada ia (Nabi) bertutur atas kemauannya sendiri melainkan ia (Nabi)

bertutur itu dari wahyu yang diwahyukan kepadanya”.

Juga tersebut dalam sebuah hadist Qudsi yang menunjukkan akan kebenaran Rasulullah SAW dengan firman Allah sbb :

Telah benarlah hambaku (Muhammad SAW) pada tiap-tiap sesuatu yang

menyampai ia daripadaKu (Allah)

Kesimpulan Iman itu dinamakan Rukun Iman mencakup 6 perkara :

1. Percaya kepada Allah

2. Percaya kepada Malaikat

3. Percaya kepada Rasul

4. Percaya kepada Kitab

5. Percaya kepada Hari Kiamat

6. Percaya kepada Qada dan Qadar

Makna percaya kepada Allah itu ialah ‘itiqad dengan jazam (tetap dan teguh) bahwasanya Allah Ta’ala itu adalah Tuhan Yang Esa (Tunggal) yang bersifat dengan segala sifat kesempurnaan yang menjadi sekalian mahluk dan mentadbirkannya dengan bijaksana dan wajib dikenal akan Allah dengan sebenar-benarnya pengenalan dan patut disembahNya.

Percaya kepada Malaikat itu ialah percaya bahwa Malaikat itu hamba Allah Ta’ala yang bukan laki-laki atau perempuan dan tidak beribu tidak berbapak, tidak makan dan minum dan tidak mereka itu tidur. Adalah pekerjaan mereka itu mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah SWT dan jumlah mereka itu terlalu banyak tiada bisa mengetahuinya selain


Allah SWT jua. Semuanya terpelihara dari mengerjakan maksiat, suci dari segala sifat manusia, Bahwasanya penghulu mereka itu ada empat yaitu :

Jibrail menyampaikan Wahyu

Mikail menurunkan hujan dan menjaga rezeki

Isrofil meniup Sangkakala

Izrail mencabut nyawa

Dan wajib diketahui akan mereka atas jalan Tafsil sepuluh malaikat, tugasnya yaitu :

Munkar dan Nakir menanya setiap orang yang telah mati

Malik Ridwan menjaga Syurga

Malik Zabaniah menjaga Neraka

Rakieb dan Atied satu di kanan dan satu di kiri, menuliskan kebajikan dan kejahatan yang dikerjakan manusia.

Wajib pula mengetahui beberapa malaikat yang menanggung Arash dan mereka itu sekarang ini empat malaikat dan ditambah akan mereka itu empat malaikat lagi pada hari Qiyamat yang mana jumlah semuanya adalah 8 (delapan) malaikat sebagaimana firman Allah :

‘Menanggung ia (malaikat) akan ‘Arasy Tuhan engkau atas mereka itu

pada hari Qiyamat delapan malaikat’

Makna percaya kepada Kitab Allah itu yaitu beramal dengan sagala suruhannya dan menjauhi segala larangannya serta yakin dan percaya dengan sebenar-benarnya kepercayaan bahwasannya benar daripada Allah bahwasannya kitab yang diturunkan dari langit itu sebanyak 104 suhuf.

50 suhuf diturunkan kepada Nabi Sys

30 suhuf diturunkan kepada Nabi Idris

10 suhuf diturunkan kepada Nabi Ibrahim

10 suhuf diturunkan kepada Nabi Musa dahulu sebelum kitab Taurat

Kitab Taurat kepada Nabi Musa

Kitab Injil kepada Nabi Isa

Kitab Zabur kepada Nabi Daud

Kitab Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW

Maka semua yang tersebut itu wajib kita percayai dan membenarkannya akan tetapi bila dibangkitkan Nabi Muhammad SAW dan diturunkan kepadanya Al Qu’ran maka tiada harus mengikuti yang lain daripada Al Qu’ran karena Al Qu’ran menghimpun dan mensahkan segala hukum yang turun kepada rasul-rasul yang lebih dulu daripada Nabi Muhammad SAW.

Makna percaya kepada seluruh anbiya itu ada 124.000 orang atas Qaul yang masyhur dan yang jadi Rasul daripada mereka ada 313 orang dan yang kita kenali ada 25 orang. Wajib dipercayai apa-apa yang dikabarkan oleh mereka itu adalah benar perintah Allah SWT seperti segala suruhan dan larangannya bukan dari hawa nafsu mereka tetapi datang dari Wahyu Allah. Makna percaya kepada hari Qiyamat ialah percaya akan kedatangan hari penentuan yang akan berlaku dengan tidak diduga. Termasuk juga percaya akan alam kubur hari berbangkit, hari pengumpulan (masyhar), hitungan amalan, pembagian surat amalan, titian shirath, syafaat Kubra Nabi Kita Muhammad SAW, syurga dan neraka dan lain-lain yang berkenaan dengan hari Qiyamat.

Percaya kepada Qada dan Qadar, untung baik dan untung buruk adalah dengan kuasa dan kehendak Allah yang telah ditentukan dan dikadarkan dari azali.

Berawal iman ada kalanya bertambah karena bertambah taat manusia dengan mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhkan segala laranganNya dan adakalanya kurang dengan sebab kurang taatnya karena mengerjakan maksiat seperti firman Allah dalam Surat Al Anfaal : 3 yang artinya :

“Dan apabila dibacakan kepada mereka akan ayat-ayat Allah Ta’ala

niscaya bertambahlah mereka itu imannya”

dan sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :

“Berawal dari Iman itu lebih daripada tujuh puluh cabang” (HR Bukhori)

Tiga Martabat Orang Mukmin

1. Dzholim Linafsih yaitu zalim terhadap dirinya sendiri yaitu mereka senantiasa mengerjakan maksiat atau mereka yang mencampur baurkan amal-amal yang sholeh dengan kejahatan.

2. Muktasid yaitu mereka yang beramal atas perkara-perkara yang wajib dan menjauhkan perkara yang haram dengan tidak menambahkan amalan-amalan yang sunat dan tiada kurang karenanya.

3. Saabiqul Bilkhoiraat yaitu mereka yang berlomba kepada kebajikan yaitu mereka yang senantiasa Taqarub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT dengan mengerjakan segala yang wajib dan segala yang sunat serta meninggalkan perkara yang haram dan yang makruh seperti firman Allah dalam Surat Al Fatiir 32 yang artinya :

“Kemudian kami pusakakan Kitab itu untuk orang-orang yang Kami pilih diantara hamba-hamba Kami. Diantara mereka yang aniaya kepada dirinya (tidak menuruti isi kitab/Dzholim Linafsih) dan diantaranya ada yang sederhana (menurut kadar kemampuannya/Muktasid) dan diantaranya ada yang maju (Saabiqul bilkhoiraat) berbuat

kebajikan dengan izin Allah. Itulah kurnia yang besar”

Adapun keadaan Iman itu sebagian ulama membaginya menjadi lima bagian yaitu :

1. Iman Taklid yaitu iman yang mengambil perkataan orang dengan tidak bisa mengeluarkan dalil. Iman ini ada pada kebanyakan orang awam.

2. Iman Ilmul Yaqin yaitu iman yang jadi dari ma’rifat pada segala ‘Aqaid dengan segala dalil. Iman ini adalah bagi orang-orang yang mempunyai dalil dan burhan.

3. Iman ‘Ainul Yaqin yaitu iman yang jadi daripada ma’rifat Qolbu bagi Allah Ta’ala dengan sekira-kira tiada ghaib daripada hatinya sekejap mata pun. Iman ini bagi ahli Muraqabah dan dinamakan Maqom Muraqabah.

4. Iman Haqqul Yaqin yaitu Iman yang jadi daripada memusyahadahkan Allah Ta’ala dengan Ainul Basyirah (mata hati). Iman ini bagi orang Arif yang dinamakan Maqom Musyahadah.

5. Iman Kamalul Yaqin atau iman daripada hakikat yaitu iman yang jadi daripada keadaan tiada memandang ia melainkan Allah SWT, Iman ini bagi orang yang Tahqiq yang dinamakan Maqom Fana.

Tauhid adalah mengesakan Dzat, Sifat, Asma dan Af’al Allah SWT.

Ma’rifat adalah mengenal yakni mengenal akan DzatNya yang Wajibul Wujud dan mengenal akan sebagian daripada sifat Kamalat Tuhan yang tiada terhingga banyaknya dan mengenal akan sebagian daripada Af’alNya yang mengadakan Mumkin daripada tiada kepada ada dan daripada Ada kepada Tiada.

Maka mengenal ini di fardhukan bagi setiap orang mukalaf yang ‘Akil Baligh, lelaki atau perempuan karena sebagian daripada permulaan yang wajib atas tiap-tiap mukalaf mengetahui dan belajar dan mengajar akan dia sebagaimana sabda Rasululah SAW “

“Awwaludini ma’rifatulahi ta’ala”

Awal-awalnya agama adalah mengenal Allah.

Yakni mengenal sebagian daripada SifatNya yang Wajib lagi tsabit bagi Dzat Tuhan dan yang Mustahil dan yang Wenang padaNya.

Dan wajib bagi setiap mukalaf mengetahui barang yang wajib dan barang yang mustahil dan barang yang Harus padaNya dan demikian juga pada haq segala Rasulullah Salalahu Alaihi Wassalam, maka dengan mengenal yang demikian itu barulah sah ibadatnya. Paham ini diambil dari sabda Rasulullah yang artinya :

“Tidak sah ibadatnya melainkan kenal tuhan yang diibadahinya”

Tetapi bukanlah disuruh kenal itu Kun Hi (Ain) Dzat Allah Ta’ala karena Kun Hi Dzat Allah Ta’ala tidak dapat diperoleh dari cerita seluruh mahluk selain Nabi kita Muhammad SAW ketika di mi’raj kan seperti Firman Allah :

“Tiada mendapat akan Dia (Allah) oleh segala penglihatan dan

Ia juga yang mendapat penglihatan”

dan lagi sabda Rasulullah SAW yang artinya :

“Bahwasanya Allah SWT terdinding daripada penglihatan dan bahwasanya seluruh malaikat yang diatas menuntut akan Dia sebagaimana kamu tuntut akan dia itu”

Makna terdinding Allah Ta’ala daripada penglihatan semata, penglihatan yang dzohir yaitu tidak dapat dipandang atau dilihat Kun Hi Dzat Allah Ta’ala di dalam dunia ini, maka tiap-tiap perkara yang bisa didapat dengan panca indera di dalam dunia ini semuanya adalah mahluk, bukan Allah ! atau dengan fikiran yaitu tiada dapat memikir akan hakikat Kun Hi Dzat dan karena Allah itu :

“Tiada umpama Allah Ta’ala itu dan Ia jua Tuhan

yang amat mendengar lagi amat melihat”

Dan sabda Rasulullah SAW yang artinya :

“Maha Suci engkau (hai Tuhanku) tiada aku kenal akan Engkau

sebenar-benar pengenalan”

Dan kata sayidina Abu Bakar Al Sidiq RA :

“Lemah daripada pendapat itulah pendapat”

dan kata Sayidina Ali RA :

“Tiap-tiap barang yang terlintas pada cita-citamu dan yang berupa pada hatimu maka Allah Ta’ala menyalahkan pada yang demikian itu”

dan kata Syeikh Jafar As Shodiq r.a.

“Barang (Sesuatu) yang terlintas di hatimu maka yaitu binasa

Bermula Allah Ta’ala menyalahi yang demikian”

Dan kata-kata seluruh Arifin Billah

“Demikianlah Ijma (pendapat) Ahli Sunah Wal Jamaah, tiap-tiap barang yang tersangka dengan segala sangkaan kamu dan didapat dengan akal kamu, maka adalah ia baru sangkaan kamu”

Karena yang demikian itulah Rasulullah bersabda :

“Fikir oleh kamu pada segala kejadian dan jangan kamu fikir pada yang menjadikan karena bahwasanya tidak dapat meliputi fikiran kamu”

yaitu hendaklah fikir kepada segala kejadian Allah seperti langit dan bumi dan barang diantara keduanya yang menunjukkan akan keesaan dan kekuasaan Allah.

Bahwasanya Allah Ta’ala bersifat dengan segala Sifat Kamalat yang tiada terhingga baiknya melainkan Ia juga Yang Tahu. Tiada wajib bagi setiap mukalaf mengetahui akan Dia dengan jalan tafsil (rincian) melainkan Dua Puluh Sifat jua.

Sebagian daripada barang yang wajib diketahui oleh tiap-tiap mukhalaf bagi Tuhan ada 20 sifat. Karena itu tiap-tiap seseorang dari kita WAJIB mempelajari Ilmu Sifat 20 ini yang juga disebut seperti kenyataan di atas tanpa mengira siapa kita.

Hakikat MA’RIFAT

· Pegangan yang kukuh (tetap dan teguh)

· Mufakat bagi yang sebenarnya (benar menurut hukum syara)

· Dari dalil Akli dan dalil Naqli daripada Qur’an dan Hadist

Maka batal ma’rifat itu pada 3 perkara pula yaitu :

Syak itu sama dengan berat antara Ada dan Tiada pada hati seseorang.

Dzan itu dua berat kepada Ada (2/3) dan satu berat kepada tiada (1/3).

Waham itu dua dibagi ringan kepada tiada dan satu bagi ringan kepada ada.

Jika ada satu diantara tiga hal itu di dalam hati seseorang maka tidaklah memadai ma’rifatnya.

Jika ia yakin dan kukuh pada pegangannya dan mufakat bagi yang benar tetapi tidak dengan dalil dinamakan Taklid, bukan ma’rifat maka yang demikian adalah Qaul (pendapat) yang muktamad, mereka ini adalah mukmin yang ‘Ashi (mukmin yang durhaka) jika ia mempunyai Akal. Durhakanya karena tidak mau belajar padahal ia sehat akal fikirannya.

Pegangan yang kukuh tidak dengan mufakat yang benar dan tidak berdasarkan dalil, maka dinamakan orang itu Jahil Murakkab (jahil yang tersusun) seperti kata orang Yahudi bahwa Nabi Isa anak Allah atau seperti itikad orang Majusi dengan dua tuhan, satu dilangit dan satu dibumi. Maka orang itu khilaf (salah) bahwasanya ia kafir, menganggap Allah itu diperanakan dan beranak seperti firmanNya dalam QS : Al Ikhlas ayat 3 – 4 yang artinya :

“Tidak beranak dan diperanakan dan tidak ada yang menyerupai baginya”

Jika ada di dalam tujuh lapis langit dan bumi ketuhanan yang lain daripada

Allah Ta’ala, niscaya binasa keduanya (Surat Al Anbiya : 22)

dan lagi firmanNya :

“Jangan kamu ambil akan dua tuhan. Sesungguhnya tuhan itu Tuhan Yang Esa” (Surat An Nahl : 51)

Berawal mengetahui Duapuluh Sifat itu sebagian daripada jalan mengenal Allah dengan Ilmu (Ilmul Yaqin) karena mengenal Allah dengan berdalil kepada sekalian alam dan memikirkan akan segala kejadian seperti firman Allah dalam QS : Al Imran 190 – 191 yang artinya :

“Bahwasanya kejadian langit dan bumi dan pergantian malam kepada siang sebagai tanda bagi orang yang mempunyai fikiran, mereka yang senantiasa menyebut Allah Ta’ala pada waktu berdiri dan pada waktu duduk dan pada waktu berbaring pada lambung dan senantiasa berfikir, mereka itu pada segala kejadian langit dan bumi”

Pengetahuan mengenai sifat-sifat yang Wajib bagi Allah dan Rasul, sifat-sifat yang Mustahil dan Tidak Mustahil bagi Allah dan Rasul ini dikenali juga dengan ilmu-ilmu :

Ilmu Tauhid

Ilmu Usuluddin

Ilmu Kalam

Ilmu ‘Aqaid

Ilmu Sifat 20

Ilmu Akal

Pembicaraan mencakup pembahasan tentang makna dan maksud yang tersirat dibalik pengucapan Kalimah Syahadat meliputi perkara-perkara seperti : Makna Ketuhanan - Hakikat Ketuhanan - Sifat-sifat Ketuhanan

Yang wajib dipelajari setiap muslim untuk tujuan mentahkikkan pegangan seseorang agar dapat mengenal dan membedakan Ketuhanan Allah yang Uluhiyah dan Rububiyah.

Ilmu Tauhid inilah yang menjadi dasar dan langkah untuk menggali ilmu-ilmu yang seterusnya seperti Ilmu Tasawuf dan Ilmu Tahqiq (Martabat Tujuh) yang akan membebaskan seseorang daripada syirik Jali (besar) dan syirik Khofi (halus).

Adapun memikirkan segala kejadian itu bukanlah semata-mata pada langit dan bumi saja bahkan semua kejadian adalah dijadikan untuk mengambil dalil yang menunjukkan akan Ketunggalan Allah Ta’ala dan Kekuasaannya.

Demikian juga sama dengan memandang dan memikirkan pada kejadiaan diri kita juga dari yang pelik dan yang ganjil, yang lemah oleh pancaindera pemikiran, yang sama dengan pandangan pada kejadian langit dan bumi ialah tanda bagi yang berakal, mengenal dan mengingat akan tujuan yang bijak seperti firmanNya dalam, QS : Al Zaariyat

“Dan dalam diri kamu apakah tiada kamu melihat”

(yakni bagai melihat yang menjadi pengajaran), maka dari sinilah sebagian dari Ilmu Tasawuf mengajarkan “Mengenal diri dan jika kenal diri barulah kenal Allah”.

SHIRATH AL MUSTAQIEM

Shirath Al Mustaqiem adalah jalan bagi orang-orang yang diberi nikmat (Al Fatihah : 7) yaitu jalan kehidupan yang hanya dapat dilihat dan dirasakan bentangannya. Shirath Al Mustaqim itu esensi sholat itu sendiri adalah menuju shirath al mustaqiem.

· Dirikan sholat untuk Dzikrullah (QS Thaha 20 : 14)

· Shirath al Mustaqiem = Dzikrullah

· Shirath al Mustaqiem = Beragama = Diinul Islam

Semakin jelas bahwa kita hidup ini untuk dzikrulah dan ber-diinul Islam agar selalu berada di track shirath al mustaqim. Dalam sholat lima waktu, Al Fatihah diulang sebanyak 17 kali. Berarti kita berdo’a ‘ihdinas shirath al mustaqim’ dimohonkan sebanyak 17 kali pula. Dan puncak dari do’a dalam shirath al mutaqim adalah Al Fatihah : 7. Oleh sebab itu kita perlu memahami tentang shirath al mustaqim, kalau sudah tahu maka kita harus menyiapkan sarana dan prasarana untuk menujunya.

Sebagai illustrasi dimisalkan suatu medan yang harus ditempuh, kalau medan itu sungai maka harus disiapkan perahu untuk melintasinya, kalau medan itu gunung maka harus disiapkan kuda untuk mendakinya, kalau medan itu sebuah jembatan sempit maka harus berjalan kaki dan disiapkan diri dst.

Sholat adalah transformasi diri. Hanya sayang hal ini jarang sekali terjadi sehingga spiritual shalat tidak berkembang, sementara nalar berkembang dengan pesatnya. Semua ini dikarenakan tidak memaknai dan memahami shalat. Shalat juga merupakan rangkaian do’a dari awal sampai akhir sholat ditambah wirid, dzikir, do’a setelah sholat

Ambil satu contoh wirid setelah sholat (dzikir lisani) yaitu Subhanallah, selama ini pemahaman tentangNya adalah Maha Suci Allah, yaitu pengqudusan kepada Allah, padahal disitu tidak menyinggung ‘qudus’. Menurut penelusuruan lebih jauh bahwa kata Subha itu berasal dari sabaha yang artinya hanyut atau berserah diri.

Subhanallah menerangkan berserah diri kepada Allah dengan memahami makna subhanallah, maka akan ada keselarasan antara lisan tindakan anggota badan dan qolbu.

Tahapan menuju SHIRATH AL MUSTAQIM

Struktur Insan

Kembali kepada uraian terdahulu tentang struktur insan yaitu jasad, nafs, ruh dan qalbu, Ruh menghembuskan nafakh ruh untuk menghidupkan jasad, nafs yang ditanam ke jasad akan selalu tertarik oleh dunia. Ruh bersemayam pada Nafs tersembunyi (sirr) dalam Qalbu, lalu dari sini ruh memancarkan energi yang dibutuhkan Nafs. Peranan Qalbu sangat penting dalam menguatkan Nafs agar tidak mudah lumpuh.

Tingkatan Nafs

Nafs dipengaruhi 3 (tiga) vektor. Dua bektor menarik kebawah (yang menarik ke bumi yaitu syahwat dan hawa nafs (anfus) serta satu vektor menarik ke atas. Dengan melepaskan atau memutuskan tarikan kedua vektor yang mengarah ke bawah maka nafs akan melambung. Berdasarkan tarik menarik ini maka hawa nafs (anfus/nafsu) harus dikendalikan dari kecenderungan negatifnya.

Proses Pencapaian Shirath Al Mustaqiem

Proses yang harus dilewati untuk mencapai shirath al mustaqiem maka kita harus dapat mengambil pengertian dari surat-surat yang terdapat dalam Al Qur’an antara lain :

· Matikan Nafsu (QS : An Nisa 4 : 66)

· Keluar dari kampung halaman (QS : An Nisa 4 : 6)

· Tapi pada kenyataannya hanya sedikit yang melaksanakan proses tersebut hal ini senada dengan ayat Al Qur’an yang menyatakan bahwa hanya sedikit yang beryukur.

Dapat disimpulkan bahwa yang melaksanakan proses 1 dan 2 diatas, hanyalah orang yang bersyukur, kalaulah mereka melakukan proses 1 dan 2 maka akan mendapat tanda-tanda penguatan (Asyhada ) iman (QS : An Nisa 4 : 66).

Kata sederajat dengan asyhada adalah Khoriun Hassanah, langkah selanjutnya mendapat ‘ajran azhima’ (An Nisa 4 : 67).

Proses 3 dan 4 terkait dengan Ilmu Nur (Ilmu Laduni). Dalam proses ini setiap insan tidak akan sama sesuai dengan misi hidupnya masing-masing, lalu dipandu ke shirath al mustaqiem (QS : An Nisa 4 : 68)

Proses 1 dan 2 ditempuh dalam jalan suluk tariqat, sedangkan proses 3 dan 4 dipantau dan dijelaskan oleh Guru Tuduh.

Dalam bersuluk sering dijumpai arus putar (looping). Kelihatannya berhasil padahal hanya berputar disitu saja tidak naik, kesalahan utama

dikarenakan tidak tahu posisi dirinya dalam peta perjalanan di alam dunia. Untuk menjaga hal itu tidak terjadi, maka harus memahami Al Qur’an dengan baik karena Al Qur’an akan memetakan perjalanan kita.

Al Qur’an akan memandu setiap langkah dan gerak kita sehingga dapat memahami dan memonitor langkah-langkah yang telah, sedang dan akan dijalani, juga Al Qur’an dapat menceritakan maqom dan ahwal seseorang.

Mengenai maqom ini memiliki keunikan yaitu maqom bisa sama tapi ahwal tidak selalu sama. Juga ahwal bisa sama tapi beda urusan yang harus ditanganinya.

Penataan ragawi serupa dengan menata kuda tunggangan. Jasad atau raga sebagai tunggangan dan Nafs atu Jiwa sebagai penunggang.

Dalam Al Qur’an terdapat nama surat Al Anam (binatang ternak) ini sebenarnya merupakan qiyas dari jasad manusia.

Dalam tasawuf tidak boleh mencintai dunia tapi boleh memiliki dunia. Disamping itu tidak boleh berbangga diri (ujub) atau takjub Diri.

TAHAPAN MENUJU ALLAH

Secara garis besar dalam bersuluk (berjalan menuju Allah Ta’ala) ada dalam 3 (tiga) tahapan awal yaitu :

· Mendapatkan rahmat Allah Ta’ala yang awal, menjadi hamba yang disucikan (Al Muthaharuun)

· Mendapat rahmat Allah Ta’ala yang kedua, yaitu bertemu diri (kenal diri)

· Hamba yang didekatkan (Muqarrabiin)

1. Tahapan Perjalanan Menuju Allah Ta’ala

1.TAUBAT (MEMPERBAIKI DIRI/ BERSERAH DIRI) -----------
2.UJIAN/COBAAN-------------
3.LULUS------------
(TAQWA) ATAU (KEMBALI KE POINT 1)
4.ANUGRAH ALLAH------ (NUR IMAN, RAHMAT PERTAMA, NUR ILMU, RAHMAT KEDUA)
5.BERSERAH DIRI------------AMAL SHOLEH


2. Jenjang berserah diri

1. BERSERAH DIRI (KONSEP & AMALIAYAH)

2. ANUGRAH NUR IMAN (RAHMAT PERTAMA ALMUTHAHARUN)

3. BERSERAH DIRI LANJUTAN (PENGHAYATAN DAN AMALIYAH)

4. ANUGRAH (RUHUL QUDUS) RAHMAT KEDUA BERTEMU DIRI



Sebagian orang mengatakan bahwa mengenal Allah Ta’ala (ma’rifatullah) adalah gerbang akhir dari perjalanan menuju Allah. Hal ini sangat keliru !. Ma’rifatullah itu terjadi ketika seseorang mengenal diri (bertemu diri). Ali Karamallahuwajhulah mengatakan ‘Awalludini ma’rifatulahi ta’ala’. Bahwa ma’rifatullah baru merupakan awalnya ber Agama. Tujuan akhir dalam bersuluk adalah menjadi hamba yang didekatkan kepadaNya (muqarrabin). Hal ini dilakukan untuk mengaktualisasikan ma’rifatullah dalam amal sholeh.

Agama (Ad Diin) itu sesungguhnya adalah terdiri dari tiga komponen IMAN -ISLAM - IHSAN.

Implementasi Iman, Islam, Ihsan dalam Al Qur’an dibahasakan dengan beriman dan beramal sholeh.

Komponen Ad Diin (Agama)

KONSEP

IMPLEMENTASI

ILMU

Iman

Iman

Tauhid

Islam

Amal

Syariat Lahir

Ihsan

Shalih

Syariat Bathin

Ketiga komponen tersebut adalah suatu hal yang terintegrasi. Tidak dapat dipisah-pisahkan. Untuk mengimplementasikan secara benar komponen-komponen tersebut perlu didasari Ilmu Haq.

Tentang Ma’rifatullah

Sebuah hadis meriwayatkan, pada suatu hari di majlis pengjian, Rasulullah bersabda ditengah-tengah orang banyak, tiba-tiba hadir seorang lelaki, lantas bertanya ? “Apa itu Iman, apa itu Islam, apa itu Ihsan ? dijawab pertanyaan tersebut oleh Rasulullah satu persatu. Seterusnya mengenai Ihsan, Rasulullah menjelaskan :

”Keadaan dimana kamu beramal seolah-olah kamu melihat Tuhan.

Jika kamu tidak melihatnya, sesungguhnya Tuhan melihat kamu”.

Aneh sekali lelaki itu membenarkan setiap jawaban Rasulullah. Setelah lelaki itu pergi, Rasulullah menerangkan bahwa itulah dia Jibril, datang mengajarkan kepada kamu agama Islam. Oleh sebab itu dapatlah dipahamkan bahwa kesempurnaan agama adalah tiga perkara : Iman, Islam dan Ihsan.

Tentang Iman kita pelajari Usuludin atau Ilmu Kalam, tentang Islam kita pelajari Ilmu Fiqih dan tentang Ihsan (kunci dari kesemuanya) kita memasuki alam Tasawuf. Disini nyatalah bahwa Fiqih, Usul dan Tasawuf adalah alat pencapai kesempurnaan yang dikehendaki oleh Agama.

§ Untuk mengetahui dengan seksama isi Rukun Iman maka kita pelajari Usuluddin. Ilmu Usuluddin takluknya kepada Hati dan hukumnya, hukum Akal

§ Untuk mengetahui cara-cara menunaikan Rukun Islam kita pelajari Ilmu Fiqih. Ilmu Fiqih takluknya kepada Tubuh dan hukumnya, hukum Syara (Syariat ).

§ Kesempurnaan untuk semuanya adalah dengan Ihsan agar kita selalu teliti dan khusyu dalam menunaikan ibadat, kita pelajari Tasawuf. Ilmu tasawuf takluknya kepada Ruh dan hukumnya, hukum Adat.

Wajib kita menuntut ketiga-tiganya karena hidup manusia itu dengan tiga syarat pula. Ruh, Qalbu, Jasad atau Hidup, Rasa, Nafsu atau Allah, Muhammad, Adam.

Untuk menentukan hukum, kita gunakan ilmu Fiqih dan kita awasi jiwa dengan Tasawuf. Gabungan Fiqih dan Tasawuf adalah penyatuan

antara Otak dengan Hati yang merupakan derajat yang dikagumi oleh Islam. Tidak keterlaluan jika saya katakan penyatuan antara Otak dan Hati ini maksudnya kepada perpaduan antara Jasad dengan Ruh (Diri) dalam arti kata sebenarnya. Jika kita tidak paham dengan tiga ilmu ini maka tidak sempurnalah amal kita. Walaupun ketiga ilmu ini menuju kepada Ma’rifat yaitu untuk mengenal Allah, akan tetapi pengertian Ma’rifat pun berbeda diantaranya :

§ Ma’rifat Usuludin mengenal Allah dengan dalil tentang ujud Allah ta’ala atau mengenal dalil adanya mahluk, termasuk mengenal segala sifatNya yang wajib, mustahil dan harus.

§ Ma’rifat disisi tasawuf ialah mengenal Allah dengan jalan kehadiran suatu rasa Dzauq, dinamakan syuhud yang dicampakan oleh Allah kedalam hati seorang wali atau seumpamanya, setelah hati itu bersih.

Jalan yang ditempuh disini ialah berusaha mengembalikan diri kita kepada keadaan asalnya yaitu suci bersih, dimana saat itu Roh telah mengenal Tuhannya.

Di hadist lain Rasulullah menyebutkan :”Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”. Maka disini saya ingin menyampaikan mengenai Ilmu yang wajib itu adalah :

Ilmu Ma’rifatullah -Ilmu untuk mengenal Allah

Ilmu Tasawuf -Ilmu yang berhubungan dengan ibadat batin (ikhlas,

tawakal)

Ilmu Syara -Ilmu yang berhubungan dengan masalah halal, haram

dsb.

Tingkat tertinggi dalam pengajian tasawuf adalah Ma’rifat. Ma’rifat adalah setinggi-tinggi tingkat yang dapat dicapai kaum Sufi. Pengetahuan yang dicapai dari ma’rifat lebih tinggi dari pengetahuan yang diperoleh dengan akal. Memperoleh ma’rifat merupakan proses yang ber- kesinambungan. Bertambah banyak seseorang memperoleh ma’rifat berarti banyaklah yang diketahuinya tentang rahasia-rahasia Allah SWT dan ia pun semakin dekat kepada Allah.

§ Ma’rifat bukan hasill pemikiran manusia tetapi bergantung kepada karunia, hidayah Allah SWT.

§ Ma’rifat adalah pemberian Allah SWT kepada hambanya yang sanggup menerima karunia itu dengan adanya kesungguhan, kerajinan dan ketaatan mengabdikan diri sebagai hamba Allah. Setinggi-tingginya ilmu lagi suci adalah Ilmu Ma’rifat.

Maka bisa disimpulkan disini :

· Tiap-tiap orang Awam mengenal Tuhan dengan Taklid

· Tiap-tiap ahli Filsafat mengenal Tuhan dengan Akal

· Tiap-tiap orang Beriman mengenal Tuhan dengan Hati

· Tiap-tiap ahli Sufi mengenal Tuhan dengan Ruh

Membicarakan Ilmu Allah, tidak bisa lari dari membicarakan syariat dan hakikat.

· Syariat merupakan amalan lahir yang nyata dipandang.

· Hakikat, amalan batin atau disebut kerohanian.

Syariat dan Hakikat sebaiknya jangan dipisahkan sebab ibarat Tubuh dengan Nyawa, saling memerlukan, bila ditinggalkan salah satu diantara keduanya, maka akan pincang jadinya. Untuk mengetahui hakikat tentu menggunakan syariat. Untuk membuktikan hakikat dengan syariat.

Apakah Ma’rifatullah itu ?

Ma’rifat itu rahasianya ialah mengenal Dzat Allah dan Dzat Rasulullah, oleh karena itulah Ma’rifat diawali dengan : Ma’rifat Dzohir, ke Ma’rifat Batin, ke Ma’rifat Allah.

Asal Usul Ma’rifat

Rasululah SAW mengajarkan kepada sahabat Ali bin Abi Thalib, lalu mengajarkannya kepada Abi Hassan Basri, lalu mengajarkan kepada Habib An Najmi, lalu mengajarkannya kepada Daud Attaie, lalu mengajarkannya kepada Ma’ruf al Kharki, lalu mengajarkannya kepada Sirris Sakati, lalu mengajarkannya kepada Daud Assakatar, lalu mengajarkannya kepada Al Junaid, lalu kepada para Wali dan Auliya, hingga kini terus turun temurun.

Pancaran Ma’rifat

Pancaran dari sumber Suluk dinamakan Ma’rifat Musyahadah

Pancaran dari sumber Khalwat dinamakan Ma’rifat Insaniah

Pancaran dari sumber Inayah dinamakan Ma’rifat Rohani

Pancaran dari hasil Tafakur dinamakan Ma’rifat Jirim

Maka sumber amalan itulah terbitnya Ma’rifat yang tinggi dan mempunyai rahasia yang sulit.

Kaidah-kaidah Ma’rifat

Kaidah-kaidah Ma’rifat tertentu di dalam satu tujuan dan maksud serta amalannya mempunyai tata tertib tertentu pula, menurut kepada Mursyid masing-masing, oleh karena itulah di dalam ajaran Ma’rifat atau Kajian Ruh artinya mempelajari Ilmu Ma’rifat atau Ruh, tidak boleh mempunyai dua Syeikh akibatnya akan :

§ Sia-sia tidak mendapat Taufiq dan Hidayah

§ Gila Isim (Gila Asma)

Kecuali bagi yang telah sampai kepada Ilmu Rohaninya atau Ilmu Hakikat, oleh karena itu maka Ilmu Hakikat ini yang dirahasiakan oleh para Wali-Wali Allah dan Ulama Mursyidin.

Orang yang telah sampai kepada Ma’rifat Ruh menuju kepada Ma’rifat Sirr. Orang yang dalam pelajarannya atau beramal dengan Ma’rifat Qolbu tidaklah diharuskan mempunyai dua Syeikh (Mursyid) karena Ma’rifat Qolbu itu adalah tahap Permulaan.

Maksud daripada Ma’rifat Qolbu adalah agar tahu kepada Fuad, maka setelah ada Fuad akan menuju kepada yang lebih tinggi yaitu Qolbu. Setelah ada Fuad dan Qolbu barulah kepadanya ada yang bernama Latifatul Qalbi.

Setelah seseorang ada Qolbu artinya dia adalah seorang Mukmin yang de facto di sisi Allah dan ada padanya Roh yang bernama Rohani dan Jiwanya yang bernama Mutmainah. Dengan demikian tamatlah Ma’rifat Qolbu kepadanya untuk kemudian melangkah lagi pada Ma’rifat Ruh, maka hijab yang paling besar diantara Rohani dengan Nyawa-nya yang bernama Ruh Idzafi (Ruh Idhofi) ialah Ruhul Qudus dan barangsiapa yang tidak sampai kepada Ruhul Qudus maka tidaklah sampai kepada Ruh Idzapi (Ruh Idhofi).

Dan yang disebutkan itu ialah Ma’rifat Ruh dan barangsiapa yang sampai kepada Ma’rifat Ruh maka Allah SWT menganugerahkan kepadanya MA’RIFAT SIRR dan barangsiapa yang Allah telah anugerahkan kepadanya Ma’rifat Sirr barulah terbuka hijab yang menuju kepada Sirrul Wujud atau yang disebut Wahdatul Wujud, baik ma’rifat Hulul atau Ma’rifat Ittihad.

Yang dinamakan Ma’rifat itu ialah

§ Mengetahui dari awal sampai akhir

§ Nampak terbentang luas dan nyata

§ Merenung dengan mata kepala sendiri

§ Merenung dengan mata hati

Maka setinggi-tinggi Ma’rifat itu dinamakan KASYAF

Maka sebaik-baik Ma’rifat itu dinamakan DZAUQ

Maka semulia-mulia Ma’rifat itu dinamakan MADJZUB

Oleh karena itu Ma’rifat dapat terbagi kepada enam perkara sbb :

Ma’rifat Qalbu artinya Renungan HATI

Ma’rifat Ruh artinya Renungan RUH

Ma’rifat Sirr artinya Renungan RAHASIA

Ma’rifat Da’im artinya Renungan DIRI

Ma’rifat Hulul artinya Renungan SIRRUL WUJUD

Ma’rifat Ittihad artinya Renungan SIRRUL WUJUD

Hulul dan Ittihad adalah berbeda walaupun berkenaan dengan WahdatulWujud. Guna Ma’rifat itu ada tiga perkara yaitu : Ma’rifat DIRInya, Ma’rifat HAMBA, Ma’rifat KETUHANAN

Pintu Ma’rifat itu ada 4 perkara :

· Ma’rifat orang Syariat baik yang tahu atau tidak ialah pada Lubang Mulutnya

· Ma’rifat orang Tarikat adalah pada Lubang Hidungnya

· Narifat orang Hakikat adalah pada Dua Biji Mata nya

· Ma’rifat orang Ma’rifat adalah pada dua keningnya yang dinamakan Wajah

Aturan belajar Ma’rifat

Secara garis besar aturan mempelajari ma’rifatullah itu sbb :

§ Taat pada Allah SWT

§ Jangan putus asa

§ Jangan besar hati

§ Jangan takabur

Berharap kepada Allah SWT untuk mendapat Taufiq dan Hidayah

Ridha menyerahkan diri kepada Hukum Allah.

Ma’rifat itu ada 4 Perkara

Ma’rifatu Syariat

Kajian Lahir

Ma’rifat Diri yang Berdiri /Ttubuh

Ma’rifatu Tarikat

Kajian Batin

Ma’rifat Diri yang Terdiri /Hati

Ma’rifatu Hakikat

Kajian Ghaib

Ma’rifat Diri yang/Nyawa

Ma’rifatu Ma’rifat/Sirr

Kajian Rahasia

Ma’rifat Diri yang Azali /Rahasia

Guna Ma’rifat itu ialah mencari Hakikat yang Kamil oleh karena itulah apabila telah menjadi Ahli Hakikat yang Kamil atau disebut juga Ahli Ladunni adalah termasuk golongan Arifin Billah yang Akbar maka tidaklah ada ma’rifat lagi kepadanya. Orang-orang yang demikian adalah termasuk golongan Martabat WASIL ILALLAH.

Sedangkan Hakikat yang belum Kamil dinamakan :

Ahli Kasyaf itu setinggi-tingginya Ma’rifat

Ahli Dzauq itu sebaik-baiknya Ma’rifat

Ahli Majzub itu semulia-mulianya Ma’rifat

Maka Ahli ma’rifat yang mempunyai derajat tinggi dinamakan :

Ahli Musyahadah

Ahli Insaniah

Ahli Rohaniah

Ahli Jirim

Berlainan nama dan berlainan pancaran, akan tetapi mempunyai taraf dan derajat yang sama sebagai orang–orang yang telah dipilih Allah, dan dibawah daripada empat pancaran tersebut dinamakan Ma’rifat Qalbu.

Adapun kadar Ma’rifat Qalbu atau Ma’rifat Awal, bagi mereka menginginkan adanya sahabat yaitu yang ada didalam dirinya yang dinamakan Fuad yaitu Ruh, apabila seseorang sudah bersahabat dan mengenal Fuad, maka Fuad itulah yang memberitahu sesuatu apa-apa yang ditanyakan dengan syarat jangan ditekan dan dipengaruhi oleh sesuatu.

Hendaknya Fuad itu dikosongkan maka Fuad itulah yang memberitahu umpamanya si A itu Jahat, si B itu tidak amanah atau si C itu munafik dll. Maka kata-katanya itu hendaklah dituruti dan jangan sekali-kali dialihkan serta jangan berbohong karena apa yang dikatakan Fuad itu tidak bisa berdusta.

Untuk bersahabat dengan Fuad maka ma’rifat itulah yang diperlukan sesuai aturan dan tata cara dari Mursyid atau Khalifah karena setiap Syeikh atau Khalifah ada Masyaikhnya dan tiap-tiap Masyaikhnya itu ada Syeikhul Masyaikhnya.

Fuad adalah untuk hal ihwal duniawi sedangkan Qalbu adalah untuk hal ihwal akhirat, Seseorang yang ada dan dapat berhubungan dengan Fuad-nya maka ia seseorang yang ada dan dapat berhubungan Qalbunya dia adalah seorang mukmin de facto, barangsiapa yang mempunyai Fuad dan Qalbunya maka derajat hatinya dinamakan Hati Jamal atau Aghyar maka disebutnya Jaga yaitu ‘Melek Dua Mata Hatinya’. Orang yang demikian telah sempurna Mukminnya.

Rupa Fuad itu ibarat kelumpang telur yang putih dan diam dalam jantung. Maka jantung itu terbagi dua :

1. Sanubari adalah rumah syaitan (yu was wissu fi shudurinas) dan bangsa jin

2. Nurani dan Jasmani itu rumahnya yang sebenarnya ialah didalam Fuad

Firman Allah : “Tidak berdusta apa yang dikatakan oleh Fuad”

Jadi tangga pertama pada ahli ma’rifat Qolbu adalah bersahabat baik dengan Fuad dan tempat bertanya sesuatu yang dimusykilkan berkenaan dengan apa-apa pekerjaan urusan duniawi.

Jika hendak bersahabat dengan Fuad, maka cara-cara dan tata tertibnya baik dzikirnya, do’a-do’anya hendaklah dipelajari pada seorang guru mursyid, hendaklah dipatuhi dan diamalkan oleh kadar-kadar ma’rifat hingga Allah memberikan faham cahayaNya.

Tempat Fuad yang kotor hendaklah dicuci terlebih dahulu hingga segala kotoran, karat-karat dan sampah yang ada didalamnya itu tidak ada lagi, barulah Qalbu itu ibarat permata yang telah bersinar kembali cahayanya dan pencuci kotoran dan karat yang didalam Hati itu ialah dengan Air Nur.

Untuk mengetahui Air Nur, hendaklah belajar pada guru mursyid, guru sifat 20, guru Akaid’al Iman, tidak akan ada pengetahuan berkenaan dengan Air Nurani.

Mencuci tubuh lahir dengan Air, mencuci Fuad dengan Air Nur, mencuci tubuh bathin itu dengan Mujahadah atau Air Utama Jiwa.

Adapun Air Utama Jiwa itu bukan yang ada di makam-makam atau kuburan, bukit-bukit atau tempat keramat seperti dongengan pengarang cerita mistik. Adapun Air Utama Jiwa itu ada di dalam tubuh batin manusia itu sendiri. Maka Air Nur Utama Jiwa itulah yang bisa mensucikannya.